Senin, 28 November 2016

Jalan Rusak Investasi Desa

Hujan turun di kaki gunung Halimun. Tanah merah menjadi liat, jalanan yang berlubang membentuk kubangan-kubangan kecil. Medan yang harus ditempuh oleh mobil dan motor pun menjadi semakin berbahaya, karena licinnya jalan di kala hujan. Sedangkan satu-satunya cara untuk sampai ke Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar adalah melalui akses berkelok gunung Halimun yang terkenal memiliki medan yang sulit untuk ditaklukan.

Tak heran, banyak orang yang gagal berkunjung ke Ciptagelar terutama ketika hujan datang. Alasan utama adalah karena kendaraan mereka tidak mampu melewati medan yang ada, atau karena mereka sudah kelelahan duluan karena memang butuh fisik yang sehat dan kuat untuk bisa mencapai Ciptagelar. Jarak tempuh menuju kesana memakan 4 jam perjalanan menggunakan mobil dan 5 jam dengan motor.

Jalanan di Ciptagelar yang sering dilalui oleh warga

Sebuah mobil memasuki kawasan Ciptagelar
Ujang Suhendi, kepala Desa Sirnaresmi yang menaungi beberapa kampung adat di Cisolok, Sukabumi, termasuk Ciptagelar, mengatakan bahwa infrastruktur di Ciptagelar sudah diperjuangkan lewat provinsi dan pusat, namun masih berbenturan dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Pemerintah desa sudah menggiring dana dari provinsi hingga 2.9 milyar, hampir mencapai 3 milyar Rupiah. Namun tak bisa direalisasikan karena sekali lagi terhalang oleh Taman Nasional yang khawatir hal tersebut akan merusak hutan lindung.

Ujang Suhendi, Kepala Desa Sirnaresmi
“Justru orang-orang sono mau mengusul hidup setara sesama desa-desa yang lain gitu, jalannya pingin diaspal, pingin bagus apalagi ketika kendalanya ketika ibu hamil mau melahirkan itu kan sedangkan saya sendiri selaku kepala desa ditekan oleh Bupati, Gubernur harus meminimalisir angka kematian ibu, kematian bayi tapi dengan posisi infrastruktur seperti itu ya... mau tidak mau masih di kecamatan  Cisolok mungkin Desa Sirnaresmi masih ada tingkat kematian bayi kemudian dengan posisi jalan seperti itu” Ungkap Ujang, menceritakan alasannya dalam memperbaiki infrastruktur di Ciptagelar.

Ada rahasia di balik jalan rusak Ciptagelar dan hanya warganya sendiri dan para pengamat budaya lah yang tahu mengapa. Bukan karena kurangnya dana ataupun akses untuk bahan baku untuk membuat jalan. Ciptagelar memiliki alasan istimewa dibalik itu semua.

Drs. Jajang Gunawijaya, MA, Antropolog UI
Seorang Antropolog dan guru besar di Universitas Indonesia, Jajang Gunawijaya mengutarakan pendapatnya mengenai alasan dibalik jalanan rusak, Justru ini yang saya khawatirkan, makin banyak turis berkunjung merusak lingkungan. Itulah sebabnya mengapa pemimpin adat Ciptagelar itu tidak memperbaiki jalan. Jalan dibiarkan rusak, jalan dibiarkan bukan rusak memang jalan dibiarkan apa adanya gitu. Karena itu salah satu mekanisme supaya tidak rusak lingkungan alamnya. Kalau jalannya dibikin kayak di Puncak, susah, nanti banyak orang mencuri kayu, banyak orang jadi pemburu liar gitu, habis”.


Harian Kompas tentang Pembangunan Jalan di TNGHS
Dilansir dari Harian Kompas, menurut Abah Anom, ketua adat Kasepuhan Ciptagelar terdahulu, pembangunan jalan itu merupakan tuntutan masyarakat adat. Selama ini masyarakat berjalan kaki belasan kilometer lewat medan yang curam. Jika naik ojek, warga harus mengeluarkan ongkos yang tinggi. “Pelebaran jalan ini keinginan warga adat. Abah hanya memenuhi tuntutan itu” Ungkapnya.


Ia menyatakan, pelebaran jalan tidak bermaksud merusak lingungan di hutan konservasi itu, tetapi hanya memermudah akses transportasi warga setempat. Masyarakat adat Banten Kidul juga memiliki pandanan hidup bahwa hutan merupakan titipan leluhur yag harus dijaga kelestariannya. Bahkan, ada daerah yang dianggap hutan larangan dan tidak boleh dijamah manusia.

Walaupun banyak pihak yang berseteru akan infrastruktur di Ciptagelar, para pemuka adat dan warga Kasepuhan saling sepakat untuk mempertahankan jalanan rusak tersebut, guna kelestarian budaya serta tatanan adat dari pengaruh budaya luar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar