Mengisahkan tentang perjuangan empat orang wartawan investigasi,
Spotlight yang terinspirasi dari kisah nyata membawa penontonnya ke dalam
realita pahit permainan birokrasi media dan rahasia kelam gereja di Amerika.
Disutradai oleh Tom McCarthy dan ditulis oleh McCarthy dan Josh Singer,
film Spotlight yang bergenre drama kejahatan biografi ini berhasil memikat
dengan gaya pengambilan gambar yang simpel dan tanpa dibuat-buat. Tak heran
apabila film ini berhasil menyabet piala Oscar 2015 sebagai Best Picture.
Spotlight adalah tim yang terbentuk guna menulis sebuah rubrik
investigasi di surat kabar The Boston Globe. Tim ini beranggotakan Michael
“Mike” Rezendez (Mark Ruffalo), Sacha Pfeiffer (Rachel McAdams) dan Steve
Kurkjian (Gene Amoroso), serta diketuai oleh Walter “Robby” Robinson (Michael
Keaton) sebagai kepala editor.
Berawal mula dari kedatangan pemimpin redaksi baru asal Miami bernama
Marty Baron (Live Schreiber), kantor redaksi The Boston Globe dibuat gencar
karena kabar mengenai Baron yang tidak ragu dalam memecat pekerja-pekerja di
kantornya yang lama. Namun, di hari pertamanya bekerja di The Boston Globe,
Baron membawa Eileen McNamara ke dalam ruang rapat dan menunjukkan
ketertarikannya pada kolom yang ditulis Eileen tentang skandal kasus pelecehan
seksual pada anak yang dilakukan oleh Geoghan, seorang pastor Katolik di Boston.
Setelahnya, Baron meminta Robby sebagai kepala editor tim Spotlight untuk menyelidiki
lebih lanjut kasus Geoghan, karena ia rasa kasus tersebut belum cukup
mendapatkan sorotan di media.
Pengajuan yang dilakukan Baron mendapatkan banyak respon negatif maupun
positif. Karena pertama, menginvestigasi kasus Geoghan sama saja dengan berusaha
untuk menuntut gereja. Kedua, 53% pembaca The Boston Globe adalah penganut
agama Katolik. Namun, Robby sebagai kepala editor memilih untuk mengambil
resiko dan membawa ide tersebut ke tim Spotlight.
Langkah pertama yang diinstruksikan oleh Baron adalah membuka kembali
dokumen gugatan kepada pastor John Geoghan yang telah didakwa melakukan lebih
dari 80 kasus pencabulan anak. Robby lalu menugaskan Mike untuk pergi menemui
Mitchell Garabedian, seorang pengacara yang mengaku memiliki bukti-bukti lengkap
yang mampu membuktikan bahwa Geoghan bersalah dan Kardinal Law turut terlibat
dalam menutupi kasus tersebut. Keterlibatan Kardinal Law ini semakin memperumit
keadaan karena Kardinal Law adalah uskup besar Boston, seseorang yang memiliki
peranan serta kekuatan besar di gereja.
Setiap anggota Spotlight memiliki tugas yang berbeda-beda, seperti
contohnya; Mike yang mengumpulkan data dari Garabedian sebagai pengacara para
korban, Sacha turun ke lapangan untuk melacak keberadaan dan mewawancarai
langsung para korban, sementara Steve membuka arsip-arsip serta artikel lama di
The Boston Globe.
Cara Mike untuk membujuk Garabedian untuk berbicara bisa dibilang sangat
gigih. Dia tidak hanya datang ke kantornya, dia juga mendatangi Garabedian
langsung di jalan menuju kantor apabila ia susah dihubungi untuk dimintai
keterangan dan hal tersebut tidak hanya dilakukan sekali saja. Sedangkan Sacha
cenderung lebih hati-hati dan menunjukkan empatinya kepada korban yang ia
wawancarai sehingga bisa membuat mereka merasa nyaman dan bercerita
terus-terang padanya. Robby memiliki watak paling keras diantara ketiga
wartawan yang turun ke lapangan. Yang paling membedakannya adalah keahliannya
dalam bersosialisasi dan koneksinya di Boston yang begitu luas.
Ketika Mike pergi menemui Garabedian, Robby dan Sacha mengadakan meeting
bersama Eric Macleash, pengacara korban tindak pelecehan seksual dari kasus
Father Porter. Sedangkan Baron sebagai kepala editor yang baru pergi berkeliling
mengurus kepentingan birokrasi yang ada guna mempermudah pekerjaan tim
Spotlight. Seperti berbicara langsung ke penerbit dan bahkan bertemu dengan
Kardinal Law di kediamannya. Di sini membuktikan bahwa bukan hanya tim
Spotlight saja lah yang bekerja dalam menggali berita, kepala editor mereka
juga turut membantu penyelidikan.
Setelah itu, tim Spotlight mengundang langsung Phil Saviano, ketua SNAP
(Survivors Network of those Abused by Priests) ke redaksi mereka. Lewat
wawancara mereka dengan Saviano, diketahuilah bahwa bukti-bukti yang dimiliki
Saviano sudah ia kirimkan 5 tahun yang lalu namun tidak ada tanggapan dari pihak The Globe. Ini membuat tim Spotlight kebingungan karena tak satupun dari
mereka yang mengetahui hal tersebut. Namun berkat Saviano, mereka berhasil
dibawa menuju narasumber-narasumber berikutnya yang selanjutnya akan didatangi
langsung oleh Sacha baik itu di kafe maupun kediaman para narasumber.
Di waktu lain, Robby pergi bermain golf bersama kawan lamanya, Jim
Sullivan. Jim Sullivan diduga menjadi orang yang membantu kasus Liam Barret,
pastor yang mencabuli anak-anak di Philadelphia lalu dipindah-tugaskan ke
Boston, lalu dipindah-tugaskan lagi ke tempat lain. Awalnya Robby hanya
berbincang-bincang santai dengan Jim tetapi Jim yang segera menangkap motif
Robby memilih untuk bungkam. Yang menarik dari cerita ini adalah bagaimana para
pemainnya saling mengenal narasumber-narasumber yang mereka kejar karena masih
berada di satu lingkungan yang sama dengan mereka dan bukti bahwa ‘Boston
pride’ sangat kuat disana, hingga membuat aparat hukum, gereja, dan
media mampu bersengkongkol dalam melindungi kota Boston.
Para wartawan The Globe terus mempersuasi narasumber secara perlahan
namun meyakinkan. Mereka juga menghargai privasi narasumber, apabila
dibilang off the record, mereka tidak akan merekam, apabila
dibilang untuk tidak dicatat sama sekali mereka tidak akan mencatat (namun
mengingat), apabila narasumber meminta untuk mengganti tempat untuk berbincang
mereka akan menurutinya dan apabila narasumber tidak mau menyebutkan nama,
tidak akan mereka tulis.
Banyak sekali rintangan yang dialami oleh tim Spotlight. Seperti
sulitnya bertemu dengan para narasumber, ditolak ketika dimintai keterangan
kepada pengacara-pengacara yang terlibat, tidak mendapatkan perizinan untuk
mengambil dokumen dari pengadilan, atau terkadang mereka harus rela
mengesampingkan kepentingan pribadi mereka karena proses dalam meulis berita
Spotlight tidaklah singkat. Salah satu bagian yang menyita waktu paling lama
dari tim Spotlight adalah pengumpulan dokumen-dokumen lama dari arsip
pengadilan dan data-data pribadi The Boston Globe sendiri.
Titik terang mulai datang kepada tim Spotlight. Berdasakan penuturan
Richard Sipe, psikoterapis dari The Seton Psychiatric Institute di Baltimore,
dalam wawancaranya on the phone dengan Mike, 6% dari pendeta
di Boston pernah berhubungan seksual terhadap 90 anak-anak. Berkat kerja
keras mereka berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan dan juga dari
keterangan narsumber-narasumber terpercaya, ditemukan fakta bahwa ada 87
pendeta Katolik yang diduga telah melakukan pelecehan seksual terhadap
anak-anak. Hanya berbeda 3 angka dari prediksi Sipe. Angka tersebut sangat
mengejutkan karena terlampau jauh dari angka awal perkiraan mereka, yaitu 13
pendeta.
Setelah mendapatkan fakta yang mengejutkan tersebut, tim Spotlight
kembali mendapatkan halangan. Peristiwa 9/11 terjadi selang beberapa minggu
kemudian dan memecah fokus The Boston Globe atas prioritas berita yang harus
diliput. Tim Spotlight terpaksa menunda penuntasan berita mereka walaupun Mike
sudah berhasil mendapatkan izin dari pengadilan untuk membuka dokumen rahasia
gereja. Ia dan tim memutuskan untuk tidak menerbitkannya pada akhir tahun,
karena berdekatan dengan Natal. Namun alasan utamanya adalah karena 9/11 sudah
cukup memberikan trauma berat pada masyarakat Amerika di tahun 2001.
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Pada tanggal 6 Januari 2002, setelah
kurang lebih 6 bulan masa investigasi, The Boston Globe menerbitkan headline
dengan judul "Church Allowed Abuse by Priest For Years". Headline
tersebut tentunya cepat menyebar dan menggemparkan masyarakat Boston. Bahkan di
hari terbitnya berita investigasi tersebut, tim Spotlight mendapatkan banyak
respon dari pembacanya. Mike dan Robby yang baru tiba di kantor sempat terkejut
ketika melihat ruang redaksi Spotlight dipenuhi karyawan The Boston Globe yang
sedang membantu Sacha dan Steve menerima berbagai telepon yang masuk.
Telepon-telepon itu berasal dari korban-korban pelecehan seksual yang juga
dilakukan oleh pendeta. Banyak sekali korban yang tadinya bungkam menjadi
bersedia menceritakan pengalaman pribadi mereka secara sukarela. Bukan hanya
itu saja efek berita yang dilakukan oleh tim Spotlight, mereka juga berhasil
membuat Kardial Law mengundurkan diri dari jabatannya.
Dalam film Spotlight ini, sarat pesan yang mengandung kaidah-kaidah
jurnalistik. Fokus utama di sini adalah jurnalisme investigasi, yang memiliki
arti; penelusuran panjang berita dan mendalam terhadap sebuah kasus yang
bersifat rahasia. Memang proses pembuatan beritanya memakan waktu yang
terbilang cukup lama, namun dampak yang diberikan dari berita investigasi
ketika disebar-luaskan mampu mengubah persepsi masyarakat, pemerintah dan
bahkan pihak media sendiri.